Sunday, March 23, 2014

PEMBUKAAN (part 2)

     Kuhentakkan lamgkahku disetiap meter jalanan ibukota. Entah dimana aku akan menghabiskan hari pertamaku di jakarta. Setiap mulut yang kutanya tentang dimana ada kos murah di jakarta, selalu dijawab dengan rasa acuh. Seringkali aku beristirahat di teras toko sambil menengguk minuman yang kubeli di kereta semalam. Sambil istirahat aku mengamati sekitar. Jalanan disini ramai sekali. Orang-orang hilir mudik dengan berbagai kepentingan, mungkin kepentingan tersebut sangat berharga bahkan lebih berharga dari nyawa mereka sendiri. Aku bergumam dalam hati, bagaimana mungkin ibukota negara yang katanya memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua di asia tidak memiliki moda transportasi massal yang memadai sehingga orang-orang harus berdesak-desakkan dijalan dan menghabiskan banyak waktu dijalan. Teringat kembali dipikiranku betapa sulitnya dulu aku untuk pergi ke sekolah. Sekolahku dulu berada di kota yang jaraknya puluhan kilometer dari rumahku. Namun aku harus berjalan beberapa kilo dulu untuk kemudian naik angdes menuju kota. Buruk sekali sistem transportasi di Indonesia. Angkutan hanya ada dikota. Orang desa yang tidak memiliki kendaraan hanya pasrah mengandalkan kakinya untuk berpergian.
     Setelah letih sedikit berkurang aku kembali melanjutkan perjalananku. Sepertinya sudah hampir seluruh jakarta kujelajahi. Dari jalan Sudirman yang angkuh dengan perkantoran dan kondominium mewah nan menjulang, hingga bantaran kali dengan deretan rumah yang lebih buruk daripada rumah tetanggaku yang memiliki rumah terburuk di desa. Jika saja rumah-rumah tersebut disewakan dengan rumah, aku mau tinggal disitu. Sayang kos-kos yang aku temui harganya mahal sekali, sewa perbulannya setara dengan harga kambingku satu-satunya si mbek yang kemarin kujual untuk menambah uang sakuku. Dalam gontai langkahku aku berhenti sejenak untuk mengisi perut yang sejak turun dari kereta belum ku isi. Aku berhenti di sebuah warteg yang tempatnya kumuh. Aku sengaja memilih tempat yang kumuh karena kata temanku kalo dijakarta, tempat makan yang bagus itu pasti mahal harganya. Aku memesan nasi dengan sayur oseng dan telur ceplok. Satu suapan yang kurasa tidak ada enak-enaknya, rasanya seperti sayur kemarin terus dihangatkan lagi. Tetapi karena usus yang sudah melilit, mulutkupun dengan cepat menghabiskan makanan tersebut. Selesai makan aku tidak langsung beranjak. Orang sebelahku yang logatnya medok sekali menanyaiku apakah aku orang baru di jakarta. "anda orang baru disini mas?" tanyanya kepadaku. "iya pak,kok tahu?"jawabku heran."Tahu lah pak. Muka bapak seperti orang yang lagi bingung"jawabnya sambil nyengir"."Darimana pak asalnya?" tanyanya lagi. "dari madiun pak jawa timur" jawabku."ohh aku yo wong jowo mas(aku juga orang jawa)"katanya dengan penuh semangat. Kemudian kami mengobrol dengan bahasa jawa. dia menanyaiku banyak hal. Dia memperkanalkan diri dengan nama Sartono, nama yang sangat familiar denganku. Dia bilang akan membantuku mencarikan tempat tinggal yang murah, untuk sementara aku disuruh menginap ditempat tinggalnya.
(bersambung)
      

No comments:

Post a Comment